Perjuangan Bangsa Indonesia dalam Memperebutkan Irian Barat
Sejarah NasionalPerjuangan Pembebasan Irian Barat
Irian Barat atau yang kita kenal dengan Provinsi Papua sekarang merupakan salah satu wilayah RI yang pernah dijajah belanda. Hingga proklamasi dikumandangkan, wilayah ini masih berada di bawah kekuasaan Belanda. Hal ini mengakibatkan pemerintah RI berjuang untuk merebut kembali Irian Barat. Usaha untuk memperjuangkan kembalinya Irian Barat dilakukan melalui dua jalur, yaitu diplomasi dan konfrontasi bersenjata.
1. Diplomasi
Dalam upaya mengembalikan Irian Barat ke pangkuan RI, pemerintah mengambil langkah penyelesaian melalui jalur diplomasi. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya konflik bersenjata yang banyak memakan korban. Jalur diplomasi yang dilakukan pemerintah RI adalah melalui forum internasional dan mengadakan perundingan langsung dengan belanda.
a. Forum Internasional
Langkah-langkah RI dalam Upaya pengembalian Irian Barat melalui forum internasional adalah :
1) Tiap tahun masalah Irian Barat dimasukan dalam agenda Sidang Umum PBB, namun indonesia belum mendapat dukungan 2/3 jumlah suara karena Belanda mendapat dukungan negara Blok Barat.
2) Melalui Konferensi Asia Afrika Indonesia mendapat dukungan dari negara-negara Asia Afrika, namun belum memenuhi 2/3 jumlah suara karena negara-negara Asia Afrika belum banyak yang menjadi anggota PBB.
b. Perundingan dengan Belanda
Pada akhir tahun 1950 indonesia mengajak Belanda untuk berunding, namun sampai tahun 1953 Belanda tidak mau diajak berunding. Belanda bersikukuh mempertahankan Irian Barat sebagai daerah kekuasaannya dan tidak mau diajak berunding. Indonesia kemudian mengumumkan pembubaran Uni Indonesia-Belanda secara sepihak tanggal 10 Agustus 1954. Pada tanggal 3 Mei 1956, indonesia membatalkan persetujuan KMB. Perusahaan-perusahaan belanda yang ada di indonesia diambil alih pemerintah dengan PP No. 23 tahun 1958. Indonesia kemudian mendirikan Provinsi Irian Barat dengan Ibukota sementara di Soasiu, Maluku Utara tamggal 17 Agustus 1956. Dipihak lain, belanda mendirikan negara Papua di Irian Barat dan memperkuat angkatan lautnya.
2. Konfrontasi Politik dan Ekonomi
Selain melalui jalur diplomasi, indonesia juga melakukan tekanan politik dan ekonomi kepada Belanda. Pada tanggal 18 November 1957, diadakan rapat umum untuk membahas pembebasan Irian Barat di Jakarta. Setelah rapat umum digelar, rakyat dan pemerintah indonesia mulai melaksanakan aksi sepihak, diantaranya :
a. Para buruh yang bekerja pada perusahaan-perusahaan Belanda melakukan aksi mogok,
b. Pelarangan terhadap beredarnya semua terbitan dan film yang menggunakan bahasa Belanda,
c. Melarang KLM (maskapai penerbangan Belanda) melintas di semua wilayah indonesia,
d. Penghentian kegiatan perwakilan konsuler Belanda di indonesia.
Perjuangan Pembebasan Irian Barat
Pemerintah indonesia juga mengambil alih semua persahaan-perusahann milik Belanda di indonesia. Dikeluarkannya peraturan Pemerintah No.23 tahun 1958 menjadi dasar pemerintah indonesia untuk menasionalisasi perusahaan-perusahaan milik belanda. Pada tanggal 27 Desember 1958, presiden Soekarno mengeluarkan UU No.86 tahun 1958 yang memerintahkan dinasionalisasi adalah perusahaan perkebunan, Netherlansche Handels Mattscapij, perusahaan listrik, perusahaan perminyakan, dan rumah sakit CBZ mnejadi RSCM.
Pada tanggal 10 Februari 1958, dibentuk Front Nasional Pembebasan Irian Barat untuk menggalang dukungan terhadap penyelesaian masalah Irian Barat. Ketegangan antara indonesia dengan belanda mencapai titik puncak dengan pemutusan hubungan diplomatik terhadap Belanda tanggal 17 Agustus 1960.
3. Konfrontasi Bersenjata
Kegagalan perundingan penyelesaian sengketa Irian Barat di forum PBB serta sikap pemerintah yang dianggap terlalu lemah terhadap Belanda, menimbulkan beberapa reaksi di masyarakat. Rakyat sudah tidak sabar dan secepatnya ingin mengembalikan Irian Barat ke dalam wilayah Negara Kesatuan RI. Sampai tahun 1957, berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah indonesia untuk menyelesaikan sengketa Irian Barat secara damai. Namun langkah ini tidak membuahkan hasil, belanda tetap bersikap tidak mau menyerahkan Irian Barat. Pemerintah indonesia mengambil keputusan untuk merubah strategi diplomasi dari defensif menjadi ofensif. Pada tanggal 19 Desember 1961, lahirlah Tri Komando Rakyat (Trikora) yang diucapkan oleh Presiden Soekarno dalam suatu rapat raksasa di alun-alun Yogyakarta. Adapun isi Trikora sebagai berikut :
a. Gagalkan pembentukan negara boneka Papua buatan Belanda,
b. Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat tanah air Indonesia
c. Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air bangsa.
Sejalan dengan ketegasan-ketegasan pemerintah indonesia untuk merebut wilayah Irian Barat dari penjajah Belanda, unsur-unsur kekuatan militer Belanda di Irian Barat bertambah dengan pesat. Sesuai dengan geostrategi Irian Barat, Angkatan Laut Belanda (Koninklijke Marine) menjadi tulang punggung pertahanan di perairan Irian Barat. Sampai tahun 1950, unsur-unsur pertahan Irian Barat seluruhnya terdiri dari Koninklijke Marine, Corps mariines (CM),dan Militaire Luchtvaart Dienst (MLD).
Keadaan ini muli berubah sejak tahun 1958, kekuatan militer belanda ditambah dengan kesatuan dari Koninklijke Loudmacht (Angkatan Darat Belanda) dan Militaire Luchtvaart (Angkatan Udara Belanda). Adapun Batalyon Infantri 6 AD merupakan bagian dari Birgade Infantri berasal dari Resimen Infantri Oranje Gelderland yang terdiri dari 3 Batalion. Penempatan batalyon ini diantaranya di Sorong untuk Staf dan logistik, serta kompi A,E,F, Kompi C di Fak-fak, serta Kompi D di Merauke.
Pada tanggal 2 Januari 1962, pemerintah membentuk Komando Mandala Pembebasan Irian Barat yang dipimpin Mayor Jendral Soeharto dan bermarkas di Ujung Pandang. Tugas Komando Mandala adalah merencanakan, mempersiapkan, dan menyelenggarakan operasi militer untuk mengembalikan Irian Barat, serta mengembangkan situasi militer di Irian Barat.
Operasi-operasi militer yang dilaksanakan Komando Mandala dibedakan menjadi tiga tahap, yaitu tahap Infiltrasi 1962, tahap Eksploitasi 1963, dan tahap Konsolidasi 1964.
a. Tahap Infiltrasi 1962
Tahap Infiltrasi dalam perjuangannya mengikutsertakan rakyat, menuju sasaran tertentu untuk membentuk daerah de facto. Terjadi pertempuran di Laut Aru antara KRI Macan Tutul yang dipimpin Komodor Yos Sudarso dan Kapten Laut Wiratno serta anak buahnya gugur dalam tugas.
b. Tahap Eksploitasi 1963
Akan dilaksanakan operasi Jayawijaya untuk merbut markas-markas militer Belanda dan akan diadakan serangan terbuka secara besar-besaran.
c. Tahap Konsolidasi 1964
Tahap konsolidasi bertujuan menegakan kekuasaan RI di Irian Barat. Dalam tahap ini seorang diplomat Amerika Serikat, Ellsworth Bunker mengusulkan rencana penyelesaian Irian Barat yang dikenal dengan rencana Bunker. Isi Rencana Bunker adalah belanda menyerahkan Irian Barat melalui badan PBB, yaitu UNTEA dan akan diadakan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) secara pemilihan.
Pada tanggal 15 Agustus 1962, perundingan antara Indonesia dan Belanda dilaksanakan di Markas Besar PBB di New York. Pada perundiangan itu, indonesia diwakili Soebandrio dan Belanda diwakili Jan Herman van Roijen dan C.W.A Schuman. Isi Persetujuan New York adalah
a. Belanda akan menyerahkan pemerintahan Papua Barat kepada United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA) yang didirikan oleh Sekretaris Jendral PBB. UNTEA kemudian akan menyerahkan pemerintahan kepada indonesia,
b. Bendera PBB akan dikibarkan selama masa peralihan,
c. Pengibaran bendera Indonesia dan Belanda akan diatur oleh Perjanjian antara Sekretaris Jendral PBB dan masing-masing pemerintah.
d. UNTEA akan membantu polisi papua dalam menangani keamanan. Tentara belanda dan indonesia berada di bawah Sekjen PBB dalam masa peralihan.
e. Indonesia dengan bantuan PBB akan memberikan kesempatan bagi penduduk Papua Barat untuk mengambil keputusan secara bebas melalui musyawarah dengan perwakilan penduduk Papua Barat, penetapan tanggal penentuan pendapat, perumusan pertanyaan dalam penentuan pendapat mengenai kehendak penduduk Papua untuk tetap bergabung dengan indonesia atau memisahkan diri dari Indonesia, serta hak semua penduduk dewasa, laki-laki dan perempuan untuk ikut serta dalam penentuan pendapat yang akan diadakan sesuai dengan standar internasional.
f. Penentuan pendapat akan diadakan sebelum akhir tahun 1969.
4. Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera)
Pada tahun1969, diselenggarakan Act Free Chice atau Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) yaitu diatur oleh Jendral Sarwo Edi Wibowo. Pepera disaksikan oleh utusan PBB , namun mereka meninggalkan Papua setelah 200 suara dari 1054 suara untuk integrasi. Pepera dilaksanakan dengan tiga tahap yang diselenggarakan di beberapa tempat. Tahap pertama dimulai pada tanggal 24 Maret 1969 berupa konsultasi dengan Dewan-Dewan Kabupaten di Jayapura mengenai cara penyelenggaraan Pepera. Tahap kedua, yaitu pemilihan anggota Dewan Musyawarah Pepera berakhir pada bulan Juni 1969. Tahap ketiga, yaitu pelaksanaan Pepera yang dilakukan di Kabupaten-kabupaten mulai tanggal 14 Juli 1969 di Merauke dan berakhir pada tanggal 4 Agustus 1969 di Jayapura. Akhirnya, Dewan Musyawarah Pepera dengan suara bulat memutuskan bahwa Irian Barat tetap merupakan bagian dari RI.
Hasil Pepera dilaporkan oleh Duta Besar Ortis Sanz. Kepada Sidang umum PBB di New York. Tanggal 19 November 1969, sidang umum PBB yang ke-24 menerima hasil Pepera yang telah dilaksanakan sesuai dengan jiwa dan isi perjanjian New York. Amerika Serikat yang tidak ingin indonesia bergabung dengan pihak komunis Uni Soviet, mendukung hasil ini dan Papua Barat menjadi provinsi ke -26 indonesia dengan nama Irian Jaya.
Out Of Topic Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon